Urusan pilih-pilih dokter bukanlah hal yang mudah. Sepengalaman saya waktu hamil Opang dulu, saya sempat 4 kali ganti dokter kandungan. Awalnya saya berniat mencari Dokter perempuan, saya pikir sesama perempuan tentunya akan lebih paham dengan kondisi kita, dengan harapan saya akan lebih nyaman dan nggak risih. Akan tetapi setelah 4 kali berganti dokter, saya masih merasa belum sreg juga. Ketidaksregan saya tersebut umumnya karena para dokter tersebut kurang komunikatif, menjawab pertanyaan dengan seadanya, sebenarnya saya mengerti kondisi mereka, mungkin mereka sudah bosan mendengar pertanyaan pasien Bumil yang rata-rata sama. Tapi sebagai calon ibu baru saya memiliki banyak pertanyaan dan kekhawatiran akan kehamilan pertama. Akhirnya saya coba ke dokter cowok. Dokternya lumayan baik, dia memberi penjelasan dan mau mendengar keluhan pasien. Mengenai risih atau tidak, ternyata tidak juga karena si dokter punya asisten perempuan yang sama ramahnya. Memang saya mengutamakan memilih dokter kandungan yang biasa2 saja (bukan yang antrian pasiennya bejibun) yang penting ramah, ketimbang dokter senior yang antriannya banyak dan kadang jutek. bisa dibayangkan gimana rasanya kalo saat kita berjuang melahirkan dikelilingi oleh dokter/suster yang jutek. Udah nahan sakit, melihat muka dan komentar yang tak enak pula bikin tambah BT (berdasarkan pengalaman kakak saya saat melahirkan).
Usai melahirkan saya mulai cari DSA untuk Opang. DSA pertama Opang Dokter perempuan, orangnya ramah tapi kalo memberikan resep obat suka berbotol-botol terpisah sehingga merepotkan saya saat menyuruh Opang minum obat (maklum anak-anak suka ogah kalo disuruh minum obat). Biasanya dia kasih resep Obat penurun panas 1 botol, Vitamin 1 botol, antibiotik 1 botol kadang ditambah puyer pula. Dokter kedua adalah seorang Bapak, lebih sering dipanggil Opa oleh pasiennya karena udah lumayan senior. Pasiennya bejibun, saya memilih berobat dirumahnya itupun biasanya saya ambil nomor antrian sehabis sholat Subuh dan datang lagi sekitar jam 8 pagi supaya dapat nomor muda (padahal jarak kerumahnya lumayan jauh). Resep obatnya biasanya hanya dua botol karena biasanya obat sudah dicampur dan aturan minumnya lumayan ketat. Kalo dokter lain bilang minum obat sehari 3x kalo si Dokter ini harus setiap 7 jam sekali (kalo sakitnya lumayan parah boleh 6 jam sekali), tapi umumnya gak perlu bolak-balik ke dokter lagi karena kalo kita ikutin anjuran minumnya pasti sembuh. Jadi walaupun siklus 7 jamnya itu jatuh di jam 1 malam saya harus bangunkan Opang untuk minum obat. Sayangnya dokter tersebut sekarang sudah almarhum.
Di usia 4,5 tahun ini ternyata gigi Opang sudah mulai berlubang (karies) karena masih minum susu botol. Wah, kalo urusan gigi saya gak mau main-main, karena saya termasuk orang yang sering sakit gigi jadi paham banget gimana rasanya sakit gigi. Terakhir ketemu dokter gigi sekitar 10 tahun yang lalu. Saat itu saya cabut gigi di sebuah rumah sakit milik pemerintah dan dokter di rumah sakit ini menyisakan trauma yang mendalam sampai-sampai hingga kini saya kapok kedokter gigi, walaupun hanya untuk membersihkan gigi saja saya tidak berani. Nah, khawatir giginya Opang bernasib sama dengan saya, kemarin sore saya bawa Opang ke Dokter gigi. Begitu masuk ruang DGA kami disambut dengan ramah oleh seorang dokter muda nan cantik. Namanya Dr. Lila. Dengan ramah dia ajak ngobrol Opang dan memperkenalkan peralatan medisnya yang banyak sekali dengan gaya dan bahasa anak-anak yang lucu. Baru sebentar saja Opang langsung akrab dengan dokternya, Sedang saya memperhatikan dengan seksama... ternyata dokter gigi tidak mengerikan seperti yang saya pikirkan dan peralatannya sekarang juga sudah lebih canggih. Dulu saya pernah mengantri di Dokter gigi untuk bersihin gigi tapi waktu mendengar suara mesin mendengung seperti suara mesin bor, langsung saya kabur, tapi sekarang suara mesinnya kelihatannya lebih halus jadi tidak terlalu menyeramkan seperti dulu. Pulang dari dokter gigi Opang udah gak boleh minum susu botol lagi, karena menurut dokternya percuma giginya dirawat kalo masih minum susu botol pasti rusak lagi, karena sisa susu yang menggenang itu yang menyebabkan karies.
Usai melahirkan saya mulai cari DSA untuk Opang. DSA pertama Opang Dokter perempuan, orangnya ramah tapi kalo memberikan resep obat suka berbotol-botol terpisah sehingga merepotkan saya saat menyuruh Opang minum obat (maklum anak-anak suka ogah kalo disuruh minum obat). Biasanya dia kasih resep Obat penurun panas 1 botol, Vitamin 1 botol, antibiotik 1 botol kadang ditambah puyer pula. Dokter kedua adalah seorang Bapak, lebih sering dipanggil Opa oleh pasiennya karena udah lumayan senior. Pasiennya bejibun, saya memilih berobat dirumahnya itupun biasanya saya ambil nomor antrian sehabis sholat Subuh dan datang lagi sekitar jam 8 pagi supaya dapat nomor muda (padahal jarak kerumahnya lumayan jauh). Resep obatnya biasanya hanya dua botol karena biasanya obat sudah dicampur dan aturan minumnya lumayan ketat. Kalo dokter lain bilang minum obat sehari 3x kalo si Dokter ini harus setiap 7 jam sekali (kalo sakitnya lumayan parah boleh 6 jam sekali), tapi umumnya gak perlu bolak-balik ke dokter lagi karena kalo kita ikutin anjuran minumnya pasti sembuh. Jadi walaupun siklus 7 jamnya itu jatuh di jam 1 malam saya harus bangunkan Opang untuk minum obat. Sayangnya dokter tersebut sekarang sudah almarhum.
Dr. gigi di RS mana mah opang? kalau aghnat di RS Bunda Margonda, sama dokter Lindi. Dokternya juga baikk, dia suka suka ngedongeng sambil bersihin gigi aghnat! Trus kalau dah selesei dikasih hadiah yang bisa dipilih sendiri. Hadiahnya ada stiker, mobil2an, maenan, jepit rambut dll.
BalasHapusDr. Lila di RS Mitra Depok.... tadinya aku mau ke Bunda tapi koq lucu appointmentnya mesti seminggu sebelumnya.... tiap kali aku telpon ke Bunda jawabannya udah full Book terus...
BalasHapusSusah gak ngelepasin botol susunya?
BalasHapus@cik novi, ternyata ngga susah, soale dokternya pesen langsung ke Opang... cuma kadang gak tega liatnya...
BalasHapusNah ini untuk calon ibu baru yang lain....kekhawatiran seperti yang opang alami adalah kekhawatiran yang dimiliki oleh sebagaian (besar) calon ibu. Saya sih kasih saran, untuk mengurangi atau (mungkin) menghilangkan kekhawatiran, mulailah sejak dari masih sekolah (SMU/K) mengakrabkan (atau diakrabkan) diri dengan informasi dan atau kisah-kisah tentang kehamilan/kandungan dan lika-liku problematikanya sampai melahirkan dan merawat anak (bayi)...
BalasHapusNah ...yang masih remaja atau yang punya (anak) remaja ...'mencegah lebih baik dari mengobati' ( lho ...apa hubungannya?.....he..he....hubungin aja sendiri....)
repot ya jadi ibu-ibu
BalasHapus@kang ikin, waduh kang ikin kayanya pemerhati masalah perempuan neh hehehe......
BalasHapus@Joe, disitulah keistimewaan ibu2...... mesti pinter dalam berbagai hal, keuangan, kesehatan, gizi, kebersihan, sosial, agama, kecantikan de el el....
BalasHapus*Joe mau coba jadi ibu? gak repot kooq.. hehehee..... gimana kabar giginya?